Bojonegoro – Polemik program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Desa Talok, Kecamatan Kalitidu, kembali menjadi sorotan. Warga mempertanyakan transparansi penggunaan dana yang mencapai sekitar Rp200 juta, hasil iuran lebih dari seribu pemohon.
Dalam forum sosialisasi di balai desa, perwakilan warga Supardi menegaskan bahwa selama setahun penuh, panitia PTSL belum memberikan laporan jelas, baik soal keberlanjutan program maupun penggunaan dana. Ia mendesak panitia untuk terbuka dan memberikan bukti tertulis agar warga tidak merasa dibohongi.
“Sebagian besar pemohon sudah membayar, meski belum lunas. Tapi setahun ini belum ada laporan jelas, baik soal dana maupun progres. Kami butuh transparansi, jangan hanya sekadar omongan,” tegas Supardi.
Menanggapi hal itu, Ketua Panitia PTSL yang baru, Ali Musthofa, mengakui dana yang terkumpul mencapai kurang lebih Rp200 juta, dengan tarif Rp500 ribu untuk warga Talok dan Rp600 ribu bagi pemohon dari luar desa. Dari jumlah itu, sekitar Rp100 juta disebut sudah digunakan untuk keperluan program.
Namun saat ditanya lebih lanjut, Ali mengungkapkan bahwa laporan tertulis penggunaan dana belum bisa ditunjukkan. Ia beralasan masih perlu waktu untuk menghimpun bukti-bukti pengeluaran.
“Untuk laporan kegunaannya, sementara sudah saya sampaikan secara lisan kepada Ketua BPD. Tapi untuk laporan tertulisnya menyusul, mohon diberi waktu,” ujarnya.
Pernyataan ini justru menambah keraguan warga. Laporan lisan dinilai tidak cukup sebagai dasar pertanggungjawaban, apalagi menyangkut dana ratusan juta rupiah. Sejumlah pihak menilai panitia dan pemerintah desa tidak serius menjalankan prinsip transparansi.
Selain itu, muncul persoalan mengenai pergantian kepanitiaan PTSL. Ketua panitia lama, Edi, digantikan oleh Ali Musthofa melalui penunjukan langsung Kepala Desa Talok, Samudi. Meski disebut telah ada SK pengganti dalam bentuk PDF, hingga kini tidak ada berita acara resmi maupun dokumen serah terima. Kondisi ini menimbulkan asumsi bahwa penggantian panitia dilakukan sepihak, tanpa prosedur yang sah dan transparan.
Dalam forum sosialisasi kemarin di Balai Desa Talok, Kepala Desa Samudi menegaskan bahwa pemerintah desa tidak ikut campur dalam urusan teknis PTSL, termasuk soal dana. Menurutnya, seluruh proses, baik pembayaran maupun pengelolaan, sepenuhnya menjadi tanggung jawab panitia PTSL.
Namun, pernyataan tersebut menimbulkan tanda tanya besar. Jika pemerintah desa benar-benar lepas tangan, siapa yang menjamin akuntabilitas dana ratusan juta rupiah yang sudah terkumpul dari warga? Lebih jauh, bagaimana mekanisme kontrol berjalan jika pemdes meniadakan perannya, sementara laporan kepada BPD baru bersifat lisan tanpa dokumen resmi?
Ketua BPD Talok, Kyai Rofi’i, saat dikonfirmasi, membenarkan bahwa panitia memang hanya menyampaikan laporan secara lisan. “Malam Sabtu, ketua PTSL Ali Musthofa dan bendahara PTSL Maduri datang ke rumah saya. Menyampaikan secara lisan, tanpa bukti tertulis. Sehingga BPD tidak bisa menjawab pertanyaan masyarakat, sama sekali,” ujarnya.
Ketua Panitia PTSL Ali Musthofa juga mengungkapkan bahwa hubungan antara Kepala Desa dengan perangkat desa selama ini memang kurang harmonis. Kondisi ini disebut menjadi salah satu alasan mengapa pemerintah desa seolah tidak dilibatkan dalam urusan teknis maupun pengelolaan dana PTSL.
Merujuk Permen ATR/BPN Nomor 19 Tahun 2021, panitia PTSL wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban penggunaan anggaran secara tertulis dan transparan, serta pembentukan panitia harus melalui mekanisme resmi dengan dokumen pendukung. Fakta bahwa laporan baru disampaikan secara lisan, penggantian panitia tanpa berita acara, hingga adanya konflik internal desa, memperkuat dugaan kelalaian administrasi yang berpotensi menyalahi aturan.
Kasus ini kini menjadi sorotan warga, yang mendesak panitia segera memberikan laporan tertulis dan bukti penggunaan dana. Jika tidak, masalah ini berpotensi meluas hingga ke ranah hukum, mengingat dana publik yang dihimpun semestinya wajib dipertanggungjawabkan secara resmi dan transparan.